Candi Borobudur, Sejarah dan Daya Tarik yang Menarik

Bagikan

Kemasyhuran dan kepopuleran Candi Borobudur telah mendunia. Candi Borobudur adalah salah satu candi Budha, dengan ciri-cirinya yang khas sebagai candi Budha, yakni dengan bangunannya yang luas melebar, bukannya tinggi meramping yang ialah merupakan ciri khas candi Hindu.

Candi Borobudur tersebut merupakan candi Budha yang tertua di dunia, yang usianya bahkan lebih tua dari candi Budha yang ada di Kamboja, yakni Angkor Wat. Selain itu candi Borobudur juga merupakan candi Budha yang terbesar di dunia, yang lokasi keberadaannya ada di Indonesia.

Di negara Indonesia ini banyak sekali peninggalan-peninggalan bersejarah yang sangat luar biasa, namun sering kali justru terabaikan dan kurang diperhatikan oleh kebanyakan masyarakat Indonesia sendiri. Padahal UNESCO sebagai salah satu badan PBB bahkan telah menetapkan candi Borobudur ini sebagai salah satu warisan budaya dunia. Melakukan kunjungan wisata ke candi Borobudur akan sangat banyak manfaatnya.

Selain untuk mengisi waktu liburan dan berekreasi, maka juga bisa sekaligus untuk mempelajari sejarah serta mengagumi hebatnya budaya serta kemampuan bangsa sendiri, dan menghargai peninggalan para leluhur. Kekayaan dan kehebatan budaya serta sejarah candi Borobudur telah diakui dunia, ada baiknya anak bangsa sendiri pun juga mengenal dan menyaksikannya sendiri dengan secara langsung.

Lokasi dan Akses Menuju Candi Borobudur

Candi Borobudur terletak di wilayah Magelang, provinsi Jawa Tengah, Indonesia atau lokasi tepatnya berada di Jalan Badrawati, Borobudur, Kota Magelang, Jawa Tengah, yakni sekitar 40 kilometer dari Yogyakarta, atau sekitar 86 kilometer dari kota Surakarta, atau sekitar 100 kilometer dari kota Semarang. Akses menuju Borobudur cukup mudah. Jika menggunakan transportasi umum bis dari kota Yogyakarta, maka bisa dimulai dari terminal bis Jombor Yogyakarta lalu langsung saja naik bis jurusan ke tempat lokasi wisata Borobudur.

Sedangkan jika dari bandara Adisucipto, Yogyakarta maka bisa juga langsung mempergunakan bis DAMRI untuk menuju ke lokasi candi Borobudur tanpa harus singgah ke terminal Jombor lebih dulu. Sedangkan jika menggunakan kendaraan pribadi atau menyewa mobil dari kota Yogyakarta, maka bisa menempuh rute jalan dari Yogyakarta ke terminal Jombor lalu ke Magelang dan saat sampai di pertigaan Palbapang lalu berbelok ke kiri menuju arah lokasi candi Borobudur.

Cerita Sejarah Candi Borobudur

Kisah sejarah candi Borobudur dimulai dari awal berdirinya, yakni diperkirakan pada masa di sekitar tahun 750 Masehi. Candi Borobudur dibangun oleh para penganut agama Budha Mahayana dimasa pemerintahan Dinasti wangsa Syailendra, yakni salah satu dinasti terbesar yang pernah ada dan berkuasa di Nusantara, dengan rajanya waktu itu yang bernama raja Prabu Samaratungga.

Candi Borobudur peninggalan kerajaan Mataram kuno ini pembangunannya dipimpin oleh seorang arsitek kuno yang ditunjuk langsung oleh Prabu Samaratungga, yakni yang bernama Gunadharma. Meski demikian, proses pembangunan candi Borobudur tersebut membutuhkan jangka waktu yang sangat lama, yang bahkan mencapai hingga puluhan tahunan lamanya, yakni mencapai hingga hampir setengah abad. Candi Borobudur yang megah dan sangat luas tersebut diperkirakan selesai pada sekitar tahun 828 Masehi, yakni di masa pemerintahan putri dari Prabu Samaratungga, yakni Ratu Pramudawardhani.

Candi Budha ini lantas mulai menjalani fungsinya yakni sebagai tempat kontemplasi umat Budha dan sebagai pusat perkembangan agama Budha saat itu. Fungsi candi Budha memang berbeda dengan kegunaan dan maksud didirikannya candi Hindu.

Kalau candi Hindu itu dibangun dengan maksud sebagai tempat pemujaan bagi para dewanya, yakni ada tiga dewa utama di Hindu itu, yaitu dewa Siwa atau Mahadewa, dan dewa Brahma serta dewa Wisnu, maka fungsi candi dalam agama Budha adalah lebih sebagai tempat untuk perenungan atau kontemplasi, sesuai namanya yakni Borobudur yang maknanya adalah asrama bagi para Budha yang berada di tempat yang tinggi.

Menurut seorang ahli sejarah bernama J.G. de Casparis dalam disertasinya guna memperoleh gelar doktor di tahun 195, dan juga berdasarkan prasasti Karangtengah, maka nama Borobudur itu merupakan kepanjangan dari nama Bhūmi Sambhāra Bhudhāra yang dalam bahasa Sansekerta maka artinya adalah bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan Boddhisattwa.

Seiring berjalannya waktu dengan terjadinya serangkaian bencana alam, yakni antara lain berbagai gempa dan guyuran hujan abu akibat letusan gunung Merapi, yang menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk ke lokasi lain di tempat yang lebih aman dan juga dengan makin menyebarnya agama Islam di tanah Jawa, maka candi Borobudur pun menjadi terlantar, hingga tak nampak lagi akibat tertutup oleh tanah dan pohon-pohonan, hingga menjadi suatu bukit, meski kisah dan mitosnya masih terpelihara dari mulut ke mulut, turun temurun ke anak cucu orang Jawa.

Lalu pada saat pulau Jawa berada di bawah kendali oleh Inggris, dengan gubernur jenderalnya yang bernama Thomas Stamford Raffles di tahun 1814 mendapat informasi mengenai adanya bangunan kuno yang besar yang dikabarkan ada di hutan dekat desa Bumisegoro, yakni candi Borobudur tersebut, maka Raffles pun lantas menunjuk seorang insinyur Belanda, yakni HC Cornelius, guna menyelidiki kebenarannya.

Hingga kemudian di tahun 1835, oleh Pejabat Hindia Belanda keresidenan Kedu, yakni Hartmann, yang meneruskan penyelidikan tersebut dan mulai melakukan penggalian pertamanya dan menemukan bagian bangunan candi Borobudur yang lalu terus digali hingga bangunannya pun lalu mulai terlihat.

Penemuan tersebut lalu menarik perhatian para ilmuwan di seluruh dunia, hingga sejak saat itu pun mulai berlangsung berbagai penelitian dan juga lanjutan proses penggaliannya. Namun tanpa berhubung banyak sekali pihak yang terlibat, tanpa adanya satu kesatuan pengawasan, maka beberapa bagian dari candi Borobudur tersebut lantas banyak yang dicuri dan dijadikan barang dagangan maupun jadi barang koleksi pribadi, yakni ada berbagai patung-patungnya, dan beberapa bagian bangunan candi yang lainnya, yang dibawa hingga ke luar negeri dibawa oleh oknum yang tak bertanggung jawab.

Proses pemugarannya juga sempat beberapa kali terhenti hingga di tahun 1973, maka Pemerintah Indonesia pun mengajukan proposal pemugaran bangunan candi yang bersejarah ini pada dunia Internasional. Lalu pada

tahun 1975 hingga tahun 1982, maka proses pemugaran candi Borobudur pun terjadi dalam skala yang besar-besaran. Anggaran pendanaannya berasal dari pihak UNESCO. Kemudian sesudah proses renovasinya dianggap telah selesai, di tahun 1991, maka lalu candi Borobudur itu pun ditetapkan masuk sebagai salah satu situs warisan dunia.

Sejarah Bangunan Stupa Borobudur

Stupa Borobudur
Photo by Leo Chandra on Unsplash

Candi Borobudur tersebut pada awalnya dirancang sebagai suatu bangunan berstupa tunggal, yang memiliki ukuran yang sangat besar, sebagai mahkotanya di bagian puncaknya. Namun setelah dengan berbagai pertimbangan, yakni antara lain adalah bahwa adanya kemungkinan besar stupa tersebut akan menjadi terlalu berat, dan lalu akan dapat membahayakan jika tetap akan diletakkan pada puncak bangunan, maka lalu stupa tersebut kemudian dibongkar dan lantas diganti dengan tiga buah stupa dengan ukuran yang lebih kecil serta satu buah stupa induk dengan ukuran dan bentuk seperti yang ada sekarang ini di candi Borobudur.

Gambaran Candi Borobudur

Luas dari candi Borobudur ialah sekitar 123 x 123 meter persegi. Selain stupa pada bagian atasnya, maka terdapat banyak relief atau ukiran dinding di bagian tengah dan bawah candi. Struktur bangunan dari candi Borobudur tersebut dirancang dengan mempergunakan gaya mandala. Bangunan candi Budha ini melambangkan konsep alam semesta sebagaimana yang ada dalam kepercayaan Budha. Bentuk dasar candi Borobudur berupa kotak, dengan terdapat 4 buah pintu masuk, dan dengan pusat candinya yang bentuknya berupa lingkaran.

Bangunan dari Candi Borobudur tersebut secara garis besar dapat terbagi menjadi 10 buah tingkatan dengan bentuknya yang berupa punden berundak. Filosofi yang hendak digambarkan melalui kesepuluh buah tahapan tingkat bangunan Candi Borobudur itu ialah sebagai lambang dari tiap tahapan proses hidup dan pencapaian tingkat spiritualitas manusia, yakni dimulai sejak dari manusia lahir hingga mati dan mengalami tumimbal lahir secara terus menerus lalu kemudian dapat mencapai tahap spiritualitas yang tertinggi yakni di tahap akhir, berupa moksha.

Candi Borobudur tersebut juga memiliki 6 teras berbentuk bujur sangkar yang di bagian atasnya terdapat pelataran dengan bentuk yang melingkar. Pada bagian dindingnya ada yang berhias relief. Secara total terdapat sekitar 2.672 dinding relief serta sekitar 504 arca Budha. Stupa utama bangunan candi Borobudur tersebut adalah bagian bangunan yang terbesar dengan letak yang paling tengah, sebagai mahkotanya, sebagai lambang pencapaian puncak spiritualitas manusia yang paling tinggi selaku Budha.

Stupa utama pada puncaknya itu dikelilingi dengan tiga buah barisan stupa, berjumlah hingga sekitar 72 buah stupa yang berlubang yang di dalamnya terdapat patung Budha duduk bersila pada bagian tengah-tengahnya, di atas bunga teratai yang mengembang dengan sempurna, berposisi mudra, yakni suatu sikap posisi tangan yang disebut sebagai posisi dharmachakra mudra, yaitu dalam posisi sedang memutar roda dharma di bagian tengahnya. Bangunan candi Borobudur tersebut juga bisa dibagi menjadi 3 buah zona tema bangunan, yakni ada area Kamadhatu, yang terdiri atas 160 buah relief dinding yang menggambarkan mengenai Karmawibhangga Sutra yakni alam dunia dengan hukum sebab akibatnya, kemudian area

Rupadhatu, yang terdiri dari ukiran relief dan juga ada patung Buddha di sini, yakni terdapat sekitar 328 patung Budha selain dinding berhiasan ukiran gambar, yang menjadi lambang tentang alam peralihan, yakni alam ketika manusia mulai terbebas dan bersiap meninggalkan berbagai urusan dunia, lalu ada area Arupadhatu yang berbentuk lingkaran pada bagian pusat candi, dengan tiga buah serambi yang menghadap ke arah kubah yang ada di tengah pada area ini sama sekali tidak ada hiasan reliefnya karena untuk melambangkan pencapaian kemurnian dan tingkat spiritualitas yang paling tinggi.

Ketinggian Borobudur ini sebenarnya mencapai 42 meter, namun yang dapat terlihat oleh para pengunjung hingga 34,5 meter saja, sebagian bawah candi masih dibiarkan terkubur timbunan tanah, antara lain agar bisa menjadi sebagai penguat fondasi.

Harga Tiket Masuk Candi Borobudur

Tiket Perorangan Wisatawan Domestik pada TWC (Taman Wisata Candi) Borobudur untuk usia 10 tahun ke atas, ialah 40 ribu Rupiah, untuk usia 3 hingga 10 tahun, 20 ribu Rupiah.

Tiket Rombongan Domestik TWC Borobudur ialah 20 ribu Rupiah, sudah termasuk asuransi. Harga berlaku bagi rombongan pelajar serta mahasiswa yang disertai surat pengantar dari sekolah atau universitas.

Tiket Paket Terusan

Candi Borobudur dan Candi Ratu Boko untuk usia diatas 10 tahun 75 ribu Rupiah, usia 3 sampai 10 tahun 35 ribu Rupiah

Candi Borobudur dan Prambanan untuk usia diatas 10 tahun 75 ribu Rupiah, usia 3 hingga 10 tahun 35 ribu Rupiah

Candi Borobudur dan Sendratari Ramayana kelas II, untuk usia di atas 10 tahun 150 ribu Rupiah, usia 3 sampai 10 tahun 135 ribu Rupiah.

Demikianlah sejarah Candi Borobudur. Tersedia juga tiket pagi masuk ke Borobudur untuk menyaksikan sunrise seharga 325 ribu Rupiah bagi dewasa dan 165 ribu Rupiah untuk anak-anak mulai jam 04:30 pagi. Ada juga paket safari gajah seharga 250 ribu Rupiah per orang dan naik gajah 50 ribu Rupiah per 10 menit atau bisa juga keliling candi dengan sepeda atau kereta kelinci.

Artikel Terbaru

Pastikan Anda mendapatkan momen liburan terbaik.

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x